Halaman

Jumat, 26 Juli 2013

Ganti Rantai



DARI sejak saya beli, bulan Juni kemarin si Nenen tepat berusia 3 tahun. Dan umur 3 tahun lebih satu bulan sekarang ini, si Nenen telah pernah masing-masing sekali ganti ban depan-belakang, ganti lampu rem, ganti aki dua bulan yang lalu, dan ganti rantai. Untuk ganti rantai itu terjadi dua tahun yang lalu menjelang lebaran begini. Hari ini, kalu saya pikir-pikir lagi, mungkin saat itu saya diplokoto (ditipu) oleh teknisi AHASS di seberang Giant Margorejo, Surabaya, karena tidak tahu. Secara logika, sekarang saya ingin bertanya kepada Anda, apakah umur setahun rantai SupraX125 bawaan aslinya memang sudah perlu untuk diganti baru?

Nah, sekarang ini, setelah gantai rantai dua tahun yang lalu itu, si Nenen rantainya sudah mulai mentok ke setelannya. Malah, beberapa minggu yang lalu, setiap saya setel rantai sesuai biasanya, malah kemudian menimbulkan suara ‘kemrosok’ kala Si Nenen dijalankan. Dan ketika suara itu saya biarkan untuk beberapa hari kemudian, ia menjadi hilang-hilang sendiri.

Tambahannya, saya lihat, gerigi pada gear baik depan maupun belakang masih belum lancip. Yang saya tanyakan, suara ‘kemrosok’ yang timbul setelah rantai saya setel kekencangannya secara normal itu disebabkan oleh apa? Apakah bulatan gear memang sudah tidak rata atau apa? Dengan rantai yang sudah mentok itu, bagaimana misalnya kalau ia dipotong saja? Atau hanya ganti rantai tanpa mengganti kedua gear-nya? (Padahal untuk onderdil AHM, rantai dan gear dijual secara paketan).

Kalau Anda tidak berkeberatan, saya mohon pencerahan. *****

Kualitas Teknisi AHASS

HARI itu tanggal 22 Juni 2013.....

“Sudah selesai, Pak,” kata teknisi sambil menuntun si Nenen keluar bengkel. Seperti biasa, langkah selanjutnya si teknisi mencoba barang seratus atau duaratus meter melajukan si Nenen.

Sementara itu, saya menuju kasir untuk menyelesiakan pembayaran. Total jenderal yang harus saya bayar untuk biaya service, ganti oli, ganti 2 seal klep, ganti busi adalah delapan puluh enam ribu rupiah.

Setelah menyelesaikan pembayaran, saya menuju depan bengkel yang terletak di seberang Carrefour yang disitu telah menunggu si teknisi yang telah balik dari menjajal Si Nenen. “Kalau cocok, lain kali kalau bapak kesini lagi bapak bisa meminta kok,” kata teknisi yang dari kuitansi pembayaran kemudian saya tahu namanya Adi.

Sebuah tawaran yang berarti juga menawarkan diri. Tetapi tadi saya lihat cara kerja ia memperlakukan si Nenen tidak sama dengan teknisi AHASS lain yang pernah saya kunjungi. Ia hanya melepas beberapa sekrup dan tidak membuka byak penutup mesin. Dengan diungkit sedemian rupa, ia membuka karburator untuk dibersihkan, termasuk menyetel ulang klep dan mengganti busi.

Sekalipun cara kerja si Adi demikian, sekalipn kurang sreg, sama sekali saya tak menaruh curiga. Sampai kemudian, saya tahu seal  klep yang sudah diganti malah bocor lebih parah. Yang sebelumnya hanya ngembes tak terlalu deras, setelah ganti klep baru, ketika semlam saya parkir, sudah ada tetesan oli di lantai rumah.

Padahal untuk kembali ke AHASS yang sama saya sudah tak ada waktu lagi. Bukannya sok sibuk, dalam dua minggu setelah itu tiada hari siang yang lowong. Padahal, untuk komplain ke AHASS itu, saya pernah dikasih tahu hanya bisa dilayani paling lama dua minggu setelah hari service.

Maka, setelah lima belas hari dan si klep makin deras, saya bawa saja si Nenen ke bengkel kecil.

“Wah, kepala baut sudah pada gundul ini,” keluh teknisi yang sudah lumayan tua itu.

Lebih lanjut ia menduga, mungkin sebelumnya baut penutup klep sudah pernah dibuka paksa pakai kunci yang juga sudah gundul sudut-sudutnya. Selain itu, masih menurut teknisi yang oleh temannya dipanggil Mbah ini, membuka baut di kala kondisi masih panas memang bisa membuat kelapa baut menjadi kehilangan sudut-sudutnya. Dengan kondisi mesin yang baru dipakai perjalanan lumayan jauh, logam-logam itu sedang dalam taraf memuai. Jadi, langkah terbaik sebelum mebuka baut adalah menunggu beberapa saat sampai logam itu lumayan dingin.

Saya mendesah dalam hati; inilah repotnya kalau hanya bisa menaiki si Nenen tetapi tidak mempunyai kemampuan yang lumayan dalam merawat kendaraan.

Syukurlah, lewat tangan telaten si Mbah, setelah mengganti (lagi) seal klep plus biaya pemasangan seharga sepuluh ribu rupiah, si Nenen tidak lagi ndredes olinya dari tutup klep. Dalam hal ini kemudian saya membuat simpulan; bahwa tidak semua teknisi berkelas AHASS itu berkualitas. *****

Kamis, 25 Juli 2013

Si Nenen

MUNGKIN sudah terlambat saya membuatkan si Nenen (begitu si kecil saya menyebut Supra125 saya ini) sebuah blog. Tetapi tidak apa-apa. Paling tidak ini akan menjadikan ia memiliki diary. Sebuah tempat mencatat hal-hal kecil tentangnya. Tentang perjalanannya, atau tentang sudah berapa kali ia telah masuk bengkel. Dalam ke bengkel itu apa saja yang harus diganti onderdilnya dsb, dst.

Jadi, tak perlu panjang lebar bicara mutar-mutar. Akhirnya, selamat membaca.